Namaku Stella. Mahasiswa tingkat
akhir pada sebuah perguruan tinggi swasta di kota ku yang cukup terkenal. Aku
tinggal di Yogyakarta bersama kedua orangtuaku awalnya, namun kini mereka
berpisah di usiaku yang genap menginjak 23 tahun, di usia kematian adikku yang
belum genap satu tahun. Entah atas alasan apa mereka memutuskan untuk berpisah,
hanya akhir-akhir ini sepeninggal adikku mereka lebih sering memperdebatkan
sesuatu yang sepele bahkan cenderung tidak aku mengerti. Mungkin ini cobaan
terberat dalam hidupku, banyak alasan untuk aku mengatakan itu. Selain kematian
adikku yang cukup membuat hatiku tersayat, belum lagi luka itu tertutup rapat
aku harus kembali dihadapkan pada masalah perceraian kedua orang tuaku yang
juga menyisakkan luka yang semakin dalam. Siapa sih di dunia ini yang menginginkan
perceraian pada orang tuanya ? begitu juga dengan aku, aku tak pernah
memikirkan bahkan memimpikannya pun tidak. Orang tuaku bercerai karena masalah
yang mungkin tidak dapat mereka pecahkan berdua. Aku tidak mengerti apa yang
ada dalam pikiran mereka sehingga menjadi seperti ini, tidakkah mereka
melirikku ? anak mereka yang tinggal satu-satunya. Bagaimanapun aku merasa
sedih dan sakit hati atas ini. Tidakkah mereka ingat pada almarhum adikku ?
yang jika masih hidup akan merasakan sakit yang sama. Ditengah-tengah rasa
sedihku yang semakin mendalam, aku harus kembali dihadapkan pada kenyataan
pelik. Ya, sesuatu hal yang semakin membuatku merasa jatuh dan sakit hati. Kalian
tau, betapa hancurnya hatiku saat ini ? mengapa ?
Pernah berpikir bagaimana rasanya
kehilangan seorang yang dikasihi ? mungkin semua orang pada umumnya pernah
merasakan rasa sedih, sakit, bahkan kecewa atas kejadian tersebut. Begitu juga
dengan aku, ketika belum genap satu tahun atas kepergian adik yang sangat aku
sayangi, adik satu-satunya yang ternyata lebih disayangi oleh Tuhannya. Aku
harus kembali merasakan sakit pada hatiku atas perginya laki-laki yang juga aku
sayangi. Ia pergi bahkan tanpa memberi penjelasan mengapa ia begitu tega
meninggalkanku yang sangat merasa mencintainya dengan penuh. Lima bulan setelah
pertunangan kami, ia pergi dengan alasan tugas diluar kota, namun ternyata tak
pernah kembali bahkan tak pernah memberi kabar. Tahukah engkau kekasihku,
betapa sakitnya aku menunggumu selama ini, bahkan ada dua hal yang aku tunggu
dari engkau kini, yaitu kehadiranmu dan juga kabar darimu yang cenderung tak
pernah ada. Haruskah aku setiap hari menatap layar handphone demi memastikan
adanya kabar darimu, telephone atau bahkan hanya sekedar sms. Puluhan sms yang
ku kirim tak pernah engkau balas, apakah engkau sudah bahagia dengan orang lain
disana ? tidakkah engkau sadar bahwa selama hubungan jarak jauh yang kita
jalani aku sudah cukup bersabar atas semuanya, kini sabar seperti apalagi yang
engkau tuntut dariku ? atau memang kau sengaja pergi dariku hanya karena lelah oleh
sebuah jarak yang membentang diantara kita ?
Lalu, apalagi ini yang Tuhan berikan
padakku ? tidakkah ada orang lain yang bisa menerima ini selain aku ? mengapa
Tuhan tak henti-hentinya memberiku ujian dan cobaan tentang perasaan dan sakit
hati ? aku lelah, aku sangat lelah...
Aku bahkan tak punya teman untuk
berbagi cerita dan masalah yang menimpa dalam hidupku. Ketika ada seseorang
yang sangat aku cintai, dan bahkan ia pun berkata begitu padaku, seseorang yang
telah ku percaya, lebih dari sekedar sahabat, kakak, saudara, bahkan pacar kini
memilih pergi dariku. Tuhan..... apa salahku sehingga aku engkau buat sesakit
ini ?
Engkau lelaki yang tanpa kau sadari
selalu ku sebut dalam do’aku, tertanam dalam pikiranku, aku menaruh sebagian
hidupku padamu dan memercayakannya. Engkau lelaki yang menjadi labuhan
terakhirku, aku yang selalu tersenyum dan tertawa oleh tingkahmu, aku yang
merindukanmu setiap hari, aku yang bahkan tak pernah lupa sedikitpun untuk
menyelipkan namamu dalam setiap sujudku, megapa memilih pergi ? mengapa memilih
tak memberi kabar dan penjelasan ? apa yang salah dariku ? apa aku kurang
cantik ? apa aku tak seperti mantan-mantanmu ? apa aku kurang dalam berakhlak ?
apa aku kurang dalam beretika ?
Lalu, apa arti janji-janjimu akan
menungguku ? apa arti rancangan pernikahan yang telah kita rencanakan selama
ini ? apa arti dari kata sayang yang selalu kau ucapkan ? apa arti dari kata
rindu yang selalu kau dengung-dengungkan ? apa semua itu hanya untuk membuatku
melambung sesaat ? hanya untuk membuatku bahagia dan kau menghancurkannya ?
atau karena kau anggap aku wanita bodoh yang dapat kau tipu ?
Aku memang bodoh telah begitu menaruh
hati, jatuh cinta bahkan sangat menyayangimu. Tak peduli seberapa jauh jarak
diantara kita karena kota yang berbeda, tak peduli seberapa sering engkau
bertemu teman-teman cantikmu, tak peduli seberapa sering engkau membohongiku
soal kegiatanmu, tak peduli bahkan soal perasaanmu yang benar-benar mencintaiku
atau tidak. Jelasnya, aku telah begitu menyayangimu sedalam ini sehingga aku
berani memutuskan untuk bertunangan denganmu.
Tapi, apa yang kini engkau perbuat ?
secepat itu kau buatku bahagia, dan secepat itu pula kau biarkan aku berada dalam keterpurukan. Tidak taukah
engkau betapa aku merasakan sakit hati atas perlakuanmu yang bisa aku sebut kau
begitu mencampakkan ?
Tidak bisakah kau menjadi penghibur
laraku ketika begitu banyak masalah yang menimpa dalam kehidupanku ? engkau
yang ku kira benar-benar dalam masa tugas karena pekerjaanmu, ternyata pergi
meninggalkanku begitu saja, tanpa ada lagi kabar dan apapun darimu.
Harusnya engkau tau, aku sedang
merasa tidak biasa atas semua ini. Engkau yang selalu mengisi hari-hariku
dengan suaramu, pagi, siang, bahkan sampai tengah malam pun aku selalu setia menemanimu
dalam bekerja. Tidakkah kau ingat, kau selalu menelponku lewat dari jam 12
malam ketika engkau bekerja ? dan kita berdua bercanda sampai fajar tiba. Aku rela
melakukan itu semua karena aku mencintai dan menyayangimu.
Ah entahlah, untukmu yang aku tak tau
kini engkau ada dimana dan bagaimana keadaanmu, semoga engkau selalu baik, aku
masih menyayangimu hingga detik ini.
Untuk kedua orang tuaku, tolong
liriklah aku, janganlah kalian terlalu egois atas permasalahan yang tidak usah
diperdebatkan hingga mengakibatkan perceraian. Masih terus saling menuduh atas
keterlambatan membawa Syaga ke rumah sakit. Aku pikir kalian berdua sama
salahnya karena terlalu mementingkan pekerjaan tanpa sedikitpun menyisakan
waktu untuk kami anak-anakmu kala itu. Setiap hari kalian pergi disaat kami
belum bangun, dan pulang disaat kami telah terlelap tidur. Ayah, aku masih
butuh bimbinganmu sebagai seorang panutan untuk langkahku menyongsong masa
depan, aku membutuhkanmu di rumah ini. Ibu, aku masih membutuhkan kasih
sayangmu, omelanmu, teguranmu, kecerewetanmu, yang bahkan tak lagi pernah ku
dapat saat ibu memutuskan untuk pergi dari rumah dan meninggalkanku seorang
diri kala itu. Ayah dan ibu, maukah kalian kembali kerumah dan hidup bersamaku
lagi ? aku tak butuh semua kemewahan yang kalian berikan, aku hanya butuh
kalian berdua selalu ada disisiku, bersamaku, setiap hari sebagaimana keluarga
pada umumnya.
Adikku Syaga, maafkan atas semua
kesalahan mbakmu ini. Mbak tau, mbak bukanlah kakak yang baik bagimu, tapi
percayalah mbak sangat menyayangimu dibalik sikap mbak yang cenderung cuek. Bagaimanapun
kamu adalah adik mbak satu-satunya. Syaga, jika saja kamu ada dan bisa
mendengar semuanya, mbak ingin memelukmu dan menceritakan semua yang terjadi
selama ini. Betapa sakitnya hati mbak saat tau kamu pergi untuk selamnya, mbak
tidak percaya kamu pergi secepat ini, meninggalkan mbak, ayah, dan ibu.
Syaga, jika kamu tau apa yang terjadi
setelah kepergianmu, mungkin kamu juga akan merasakan sakit hati yang sama
seperti mbak saat tau ayah dan ibu memutuskan untuk bercerai dan tak hidup lagi
bersama.
Dek, kamu masih ingat mas Adit yang
kala itu meminta mbak menjadi istrinya ? ia juga pergi meninggalkan mbak dek..
semua pergi meninggalkan mbak sendirian. Mungkin tidak ada lagi yang sayang
sama mbak sekarang. Dulu saat ayah dan ibu pergi bekerja, masih ada kamu
dirumah yang jail dan usil sama mbak, masih ada kamu dan Mas Adit yang nemenin
mbak disaat sepi, tapi sekarang semuanya berubah. Mbak tidak hanya merasakan
sepi karena ditinggal ayah dan ibu bekerja, tapi juga karena meraka berpisah
dan memilih tinggal dirumah yang mereka kontrak, bukan dirumah kita dulu. Lebih
dari itu, mbak merasa kesepian dirumah karena tidak ada kamu yang selalu
becandain mbak walau mbak sudah marah-marah. Juga tidak ada lagi Mas Adit yang
mbak bangga-banggakan selama ini sama kamu. Dek, mbak kesepian..
Ayah dan ibu, Stella kangen kalian..
Syaga, mbak kangen sama kamu, mbak
kangen dek..
Mas Adit, kekasih hatiku.. aku juga
merindukan segala tentangmu..
Tuhan, lebih dari apapun masalah yang
menimpaku saat ini aku hanya ingin mereka bahagia. Peluk Syaga ya Tuhanku,
tempatkan ia di sisi-Mu. Aku menyayangi adikku meski Engkau lebih
menyayanginya..
Tuhan, titip rindu buat Mas Adit,
seseorang yang masih aku sayangi hingga detik ini meski mungkin ia telah
bahagia bersama yang lain.
Stella..